Jumat, 21 Februari 2014

Hujan di pagi hari

Pagi itu langit kota Samarinda dipayungi awan hitam. Titik-titik air hujan mulai jatuh di atas helm yang ku pakai. Ku terus bertahan dan terus melanjutkan laju motorku, karena setumpuk surat jalan sudah menunggu di meja kerjaku. Lalu lalang kendaraan yang lain juga tak berhenti melaju. Tak peduli dengan titik-titik air yang semakin deras jatuh ke bumi, membasahi jalanan kendaraan kami. Sepertinya mereka juga punya misi yang sama denganku, cepat sampai di tempat tujuan dan menyelesaikan tugas yang sudah menunggu di meja kerja mereka masing-masing.

“Ampun…” Desah dalam hatiku.

Hujan semakin deras. Aku nggak mungkin lagi melanjutkan laju motorku. Aku harus berhenti sejenak untuk berteduh. Em…kebetulan ada sebuah ruko dipingging jalan. Di depan ruko terdapat teras yang biasanya dipergunakan  untuk lahan parkir oleh para pelanggannya. Pemilik ruko belum melakukan aktifitasnya. Pintu ruko masih tertutup rapat.

Mungkin pemilik ruko masih ngorok karena udara dingin seperti ini, para bos biasanya lebih asyik bergumul di dalam selimut. Melanjutkan mimpi yang belum usai, atau memeluk pasangan tercinta. Mencari rejeki bisa ditunda, karena isi brankas masih berjubel didalamnya. Duet di bank juga nggak akan habis, biarpun ditarik isinya ribuan kali.

Beda dengan wong cilik seperti aku. Lamat-lamat mendengar suara adzan shubuh sudah menyibak selimut. Mengambil air wudhu, menyelesaikan kewajiban sebelum fajar tiba. Menyiapkan sarapan pagi untuk keluarga dan buru-buru berangkat nguli. Memacu motor  butut di atas jalanan berlumpur.

Ku rapatkan sepedaku di teras ruko yang beratapkan fiber. Teras ini cukup luas. Ada beberapa motor yang sudah parkir di situ dengan tujuan yang sama denganku yaitu berteduh. Ada satu orang yang tersenyum menyambutku. Senyumannya terlihat tulus. Aku sambut senyumnya semanis mungkin. Dia menggeser posisi berdirinya sebagai tanda bahwa dia menawarkan tempat berdiri di sebelahnya.

Sementara yang lainnya cuek saja seraya menahan dingin yang menderah tubuh mereka. Aku juga merasakan hal sama. Pakaian yang ku kenakan sudah sedikit basah. Sehingga rasa dingin semakin mengiksaku. Tapi tak apalah. Aku tak perlu mengkhawatirkan diriku. Badan diguyur air hujan sudah biasa aku alami.

Semasa kecilku hampir setiap hari, aku mandi di bawah air hujan. Bersama teman-teman sepermainku, aku bermain tanpa memperdulikan teriakan emak yang sering kali melarangku bermain hujan-hujanan. Bila mengenang masa kecil, sungguh sangat menyenangkan. Rasanya aku ingin kembali ke masa kecilku. Masa dimana kita bisa hidup bebas tanpa beban. Akupun tersenyum sendiri tanpa memperdulikan orang-orang di sekitarku.

“Ayo bu... saya duluan.” Sapa laki-laki di sebelah mengagetkan.

“I... ya, silakan” Jawabku terbata-bata.

Karena asyik dengan dunia masa kecilku, aku jadi tidak menyadari kalau hujan telah berhenti. Orang-orang yang berteduh sudah meninggalkan tempat ini, sedangkan aku masih terbengong sendirian.

Tanpa pikir panjang lagi, aku langsung menstarter motor bututku. Untuk melanjutkan perjalanan menuju tempat kerjaku. Aku sedikit menaikkan kakiku karena aku ingin menghindari air yang muncrat mengenai celanaku. Biasalah kalau sehabis hujan turun, jalanan menjadi becek dan digenangi oleh air hujan.

Ketika sampai di persimpangan jalan, aku berpapasan dengan truk tangki. Truk tangki yang tidak asing lagi bagiku, karena setiap hari aku mengurus surat jalan buat para driver. Sungguh mengejutkan sapaannya kepadaku. Seperti sebuah tamparan. Air yang menggenang di jalanan muncrat mengenai wajah dan bajuku. Tapi masih untung kaca helmku menyelamatkan wajahku dari tamparan air tersebut.

Dalam hati aku mengumpat. Tapi itupun tak mengembalikan keadaan. Helm dan bajuku tetap saja basah dan kotor. Terasa percuma aku berteduh untuk menghindari baju basah tadi itu. Toh... pada akhirnya baju dan badanku tetap basah, kotor lagi... sungguh benar-benar tidak menyenang pagi itu. Akhirnya aku hanya bisa mengeluh.

Sesampai di tempat kerja, ku coba membersihkan kotoran yang menempel di bajuku dengan air bersih. Sambutan teman-teman tak kalah hebohnya. Apa lagi kalau bukan ngetawain aku. Biarlah mungkin hari aku benar-benar kurang beruntung. Ku coba hangatkan badan dan hatiku dengan segelas teh hangat.



0 komentar:

Posting Komentar

 

Blog List