Lamat-lamat ku dengar
suara Adzan Shubuh. Riuhnya ayam berkokok bersahut-sahutan seolah-olah ingin menjawab gema suara
adzan. Badan masih ingin menggeliat, mata ini masih terasa berat untuk dibuka.
Tapi aku berusaha menyibak selimut. Aku tak ingin kehilangan waktuku untuk
menyampaikan rasa rinduku kepada kekasihku. Kekasih yang menciptakanku dan yang
memberiku desah nafas sampai detik ini. Yaitu Allah yang menguasai semesta alam.
Usai menunaikan ibadah
sholat shubuh ku nikmati segarnya air putih untuk membasahi kenggorokanku yang
telah mengering. Ku buka jendela, ku rasakan sejuknya udara pagi seolah berebut
masuk ke dalam ruangan. Ruangan yang pengap, karena telah dipenuhi oleh karbon
dioksida semalaman.
Di luar sana, alam persada begitu indah menakjubkan. Keindahannya tak dapat dilukiskan dengan
kata-kata. Pohon-pohon pinus berayun-ayun diterpa oleh
angin. Daun-daunnya seolah-olah ingin berjabatan. Harum aromanya begitu khas. Aroma khas alami. Hutan pinus
yang belum terjamah oleh polusi.
Ku
ayunkan langkah kakiku. Aku
ingin menikmati indah pagi dan menyambut senyum sang mentari. Sejuknya embun pagi masih terasa membasahi telapak
kakiku. Jalanan setapak ini masih ditumbuhi oleh rimbunnya rerumputan.
Aku terus berjalan, hingga aku tak sadar bahwa aku sudah jauh meninggalkan
tempat tinggalku. Dan telah jauh masuk ke dalam hutan. Aku ingin kembali
pulang. Aku tak ingin terlalu jauh di dalam hutan dan membuatku tersesat. Tapi
ketika ku membalikan badanku, tiba-tiba aku dikejutkan oleh sosok seorang
wanita. Aku tersentak.
“Benarkah apa yang ku lihat ini? Mungkinkah ada seorang wanita yang tinggal
di dalam hutan ini?” Tanya dalam hatiku.
Tubuhku jadi gemetaran. Bulu kudukku terasa berdiri. Aku jadi
berhalusinasi.
“Mungkinkah dia bukan manusia? Atau dia seorang bidadari atau peri yang
tersesat di hutan ini?” Tanya dalam hatiku lagi.
Aku ingin berlari sejauh mungkin. Meninggalkan tempat ini, sebelum dia melihatku.
Tapi jauh di dalam lubuk
hatiku masih merasa penasaran. Siapakah sebenarnya wanita itu. Kalau dilihat
dari bentuk tubuhnya sepertinya dia wanita yang sangat cantik. Sebelum dia
berbalik badan dan melihatku. aku berusaha bersembunyi di balik rimbunnya pepohonan.
Di balik pohon itulah aku merasa aman. Aku bisa melihat gerak gerik wanita itu.
Aku bisa leluasa memperhatikan dia dan dia tidak akan melihatku. Hatiku semakin
penasaran. Rasa ingin tahuku semakin besar. Siapakah sebenarnya
wanita itu?
Ketika dia membalikan badannya, aku merasa lega karena aku akan melihat
raut wajah wanita itu. Oh... tapi ternyata aku tak dapat melihat raut wajah
wanita itu, karena dia memasang cadar untuk menutupi wajahnya. Cadarnya begitu
lucu. Berupa raut wajah gadis cilik yang menggemaskan. Aku semakin ingin tahu,
apa maksud wanita itu. Kenapa di dalam hutan seperti ini dia menggunakan cadar?
Apakah dia buruk rupa? Atau wajahnya cacat karena kecelakaan?
Karena aku merasa penasaran, maka akupun memberanikan diri menghampiri
wanita itu. Dia sepertinya terkejut dengan kehadiranku. Lalu dia berkata: “Hai... siapa kamu?” Sapa wanita itu jutek.
“Aku tersesat sahabat, bisakah kamu membantuku keluar dari hutan ini.”
Jawabku beralasan.
“Oh... dimana rumahmu?” Tanya dia lebih datar
“Di pinggir hutan ini, tapi aku tidak tahu ke arah mana jalan pulang.”
Jawabku cemas.
“Ayolah... aku temani kamu mencari jalan pulang.” Ajaknya tulus.
Kamipun berjalan beriringan melewai jalan setapak. Hatiku merasa lega
karena dia menunjukan sikap bersahabat denganku. Aku terus memperhatikan dia.
Dilihat dari penampilannya wanita ini begitu anggun. Tapi hatiku masih diliputi
rasa ingin tahu, kenapa dia menutupi wajahnya dengan cadar.
“Boleh aku tahu sahabat, kenapa sahabat mengenakan cadar untuk menutupi
wajahmu?” Sapaku memecahkan keheningan.
“Karena aku tidak ingin orang lain melihat wajahku.” Jawabnya santai.
“Oh... apakah kamu juga ingin menyembunyikan wajahmu dariku?” Tanyaku masih
penasaran.
“Ho oh.” Jawabnya singkat.
“Ayolah sahabat... kamu sudah
bersedia menolongku, janganlah engkau menganggapku orang lain, maukah kamu
membuka cadarmu, agar aku bisa mengenali wajahmu.” Dengan berbagai cara aku
membujuknya.
“Tapi kamu harus berjanji kepadaku, bahwa kamu bersedia merahasiakan hal
ini!” Pintanya serius.
“Ok... aku janji, takkan ada seorangpun yang akan mengetahui pertemuan kita
ini.” Jawabku serius.
Kami berhenti sejenak. Sembari beristirahat kami duduk di
atas batang pohon besar yang hampir
roboh. Dan dengan perlahan wanita di hadapanku ini mulai berusaha membuka cadar yang menutupi wajahnya. Aku berusaha membantunya karena dia tampak sedikit
kesulitan membuka cadarnya. Aku terperangah setelah aku melihat raut
wajahnya. Wajahnya terlihat elok dan rupawan.
Seraya berdecak kagum
aku bertanya :”Wajah sahabat tampak begitu elok dan bersahaja, tapi kenapa
sahabat menutupi wajah sahabat?”
Dia hanya tersenyum
tanpa mengucap sepatah kata. Pandangan matanya jauh ke depan, sepertinya dia
sedang memikirkan sesuatu. Aku semakin ingin tahu apa yang ada di benak wanita
itu.
“Ku kira sahabat
memiliki wajah yang sangat buruk atau cacat, sehingga sahabat malu
memperlihatkan wajah sahabat.” Bibirku sudah tak tahan lagi ingin berucap.
“Aku menyembunyikan
wajahku, karena aku tak ingin ada laki-laki yang jatuh cinta kepadaku, jika
melihat wajahku.” Dia mulai berterus terang.
“Kenapa demikian sahabat,
sedangkan di luar sana banyak wanita memamerkan tubuh dan wajahnya, agar dia
dicintai oleh banyak lelaki, tapi sahabat malah tidak ingin dicintai oleh
lelaki manapun.” Ucapku beralasan.
“Cinta hanya membawa
penderita bagiku, cintaku telah pergi… entah kemana, setelah aku begitu
menyitainya.” Ucapnya terbatah-batah.
Mata wanita itu mulai
berkaca-kaca. Rupanya penderiataan cintanyalah, yang membuat dia jerah dan tak
ingin dicintai lagi. Kini aku mulai mengerti mengapa dia menutupi wajah
cantiknya dengan cadar.
“Tapi… di hutan ini tak
ada siapa-siapa sahabat, tak ada manusia lain selain kita berdua dan tidak akan
ada laki-laki yang jatuh cinta dengan kecantikan sahabat.” Tambahku kemudian.
Dia hanya tersenyum,
penuh tanda tanya kepadaku. Kemudian dia berucap : “Sahabat terlalu jauh
berjalan, sehingga sahabat tidak sadar bahwa sahabat sedang tersesat.”
Aku meninggikan
pundakku, karena aku masih binggung. Aku benar-benar tidak tahu apa yang telah
terjadi pada diriku.
“Ini bukan hutan
sahabat, ini Dunia Maya, binatang jalang banyak berkeliaran di sekitar sini, jika
mereka melihat wanita cantik, mereka pasang aksi untuk godain kita.” Jelasnya
tegas.
Aku hanya geleng-geleng
kepala, seakan-akan aku tak percaya apa yang telah terjadi….
0 komentar:
Posting Komentar