Senin, 17 Maret 2014

MISTERI CINTA PUTRI BERCADAR

Lamat-lamat ku dengar suara Adzan Shubuh. Riuhnya ayam berkokok bersahut-sahutan seolah-olah ingin menjawab gema suara adzan. Badan masih ingin menggeliat, mata ini masih terasa berat untuk dibuka. Tapi aku berusaha menyibak selimut. Aku tak ingin kehilangan waktuku untuk menyampaikan rasa rinduku kepada kekasihku. Kekasih yang menciptakanku dan yang memberiku desah nafas sampai detik ini. Yaitu Allah yang menguasai semesta alam.

Usai menunaikan ibadah sholat shubuh ku nikmati segarnya air putih untuk membasahi kenggorokanku yang telah mengering. Ku buka jendela, ku rasakan sejuknya udara pagi seolah berebut masuk ke dalam ruangan. Ruangan yang pengap, karena telah dipenuhi oleh karbon dioksida semalaman.

Di luar sana, alam persada begitu indah menakjubkan. Keindahannya tak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Pohon-pohon pinus berayun-ayun diterpa oleh angin. Daun-daunnya seolah-olah ingin berjabatan. Harum aromanya begitu khas. Aroma khas alami. Hutan pinus yang belum terjamah oleh polusi.

Ku ayunkan langkah kakiku. Aku ingin menikmati indah pagi dan menyambut senyum sang mentari. Sejuknya embun pagi masih terasa membasahi telapak kakiku. Jalanan setapak ini masih ditumbuhi oleh rimbunnya rerumputan.

Aku terus berjalan, hingga aku tak sadar bahwa aku sudah jauh meninggalkan tempat tinggalku. Dan telah jauh masuk ke dalam hutan. Aku ingin kembali pulang. Aku tak ingin terlalu jauh di dalam hutan dan membuatku tersesat. Tapi ketika ku membalikan badanku, tiba-tiba aku dikejutkan oleh sosok seorang wanita. Aku tersentak.

“Benarkah apa yang ku lihat ini? Mungkinkah ada seorang wanita yang tinggal di dalam hutan ini?” Tanya dalam hatiku.

Tubuhku jadi gemetaran. Bulu kudukku terasa berdiri. Aku jadi berhalusinasi.
“Mungkinkah dia bukan manusia? Atau dia seorang bidadari atau peri yang tersesat di hutan ini?” Tanya dalam hatiku lagi.

Aku ingin berlari sejauh mungkin. Meninggalkan tempat ini, sebelum dia melihatku. Tapi jauh di dalam lubuk hatiku masih merasa penasaran. Siapakah sebenarnya wanita itu. Kalau dilihat dari bentuk tubuhnya sepertinya dia wanita yang sangat cantik. Sebelum dia berbalik badan dan melihatku. aku berusaha bersembunyi di balik rimbunnya pepohonan.

Di balik pohon itulah aku merasa aman. Aku bisa melihat gerak gerik wanita itu. Aku bisa leluasa memperhatikan dia dan dia tidak akan melihatku. Hatiku semakin penasaran. Rasa ingin tahuku semakin besar. Siapakah sebenarnya wanita itu?

Ketika dia membalikan badannya, aku merasa lega karena aku akan melihat raut wajah wanita itu. Oh... tapi ternyata aku tak dapat melihat raut wajah wanita itu, karena dia memasang cadar untuk menutupi wajahnya. Cadarnya begitu lucu. Berupa raut wajah gadis cilik yang menggemaskan. Aku semakin ingin tahu, apa maksud wanita itu. Kenapa di dalam hutan seperti ini dia menggunakan cadar? Apakah dia buruk rupa? Atau wajahnya cacat karena kecelakaan?
Karena aku merasa penasaran, maka akupun memberanikan diri menghampiri wanita itu. Dia sepertinya terkejut dengan kehadiranku. Lalu dia berkata: “Hai... siapa kamu?” Sapa wanita itu jutek.

“Aku tersesat sahabat, bisakah kamu membantuku keluar dari hutan ini.” Jawabku beralasan.

“Oh... dimana rumahmu?” Tanya dia lebih datar

“Di pinggir hutan ini, tapi aku tidak tahu ke arah mana jalan pulang.” Jawabku cemas.

“Ayolah... aku temani kamu mencari jalan pulang.” Ajaknya tulus.

Kamipun berjalan beriringan melewai jalan setapak. Hatiku merasa lega karena dia menunjukan sikap bersahabat denganku. Aku terus memperhatikan dia. Dilihat dari penampilannya wanita ini begitu anggun. Tapi hatiku masih diliputi rasa ingin tahu, kenapa dia menutupi wajahnya dengan cadar.

“Boleh aku tahu sahabat, kenapa sahabat mengenakan cadar untuk menutupi wajahmu?” Sapaku memecahkan keheningan.

“Karena aku tidak ingin orang lain melihat wajahku.” Jawabnya santai.

“Oh... apakah kamu juga ingin menyembunyikan wajahmu dariku?” Tanyaku masih penasaran.

“Ho oh.” Jawabnya singkat.

“Ayolah sahabat...  kamu sudah bersedia menolongku, janganlah engkau menganggapku orang lain, maukah kamu membuka cadarmu, agar aku bisa mengenali wajahmu.” Dengan berbagai cara aku membujuknya.

“Tapi kamu harus berjanji kepadaku, bahwa kamu bersedia merahasiakan hal ini!” Pintanya serius.

“Ok... aku janji, takkan ada seorangpun yang akan mengetahui pertemuan kita ini.” Jawabku serius.

Kami berhenti sejenak. Sembari beristirahat kami duduk di atas batang pohon besar yang hampir roboh. Dan dengan perlahan wanita di hadapanku ini mulai berusaha membuka cadar yang menutupi wajahnya. Aku berusaha membantunya karena dia tampak sedikit kesulitan membuka cadarnya. Aku terperangah setelah aku melihat raut wajahnya. Wajahnya terlihat elok dan rupawan.

Seraya berdecak kagum aku bertanya :”Wajah sahabat tampak begitu elok dan bersahaja, tapi kenapa sahabat menutupi wajah sahabat?”

Dia hanya tersenyum tanpa mengucap sepatah kata. Pandangan matanya jauh ke depan, sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu. Aku semakin ingin tahu apa yang ada di benak wanita itu.

“Ku kira sahabat memiliki wajah yang sangat buruk atau cacat, sehingga sahabat malu memperlihatkan wajah sahabat.” Bibirku sudah tak tahan lagi ingin berucap.

“Aku menyembunyikan wajahku, karena aku tak ingin ada laki-laki yang jatuh cinta kepadaku, jika melihat wajahku.” Dia mulai berterus terang.

“Kenapa demikian sahabat, sedangkan di luar sana banyak wanita memamerkan tubuh dan wajahnya, agar dia dicintai oleh banyak lelaki, tapi sahabat malah tidak ingin dicintai oleh lelaki manapun.” Ucapku beralasan.
“Cinta hanya membawa penderita bagiku, cintaku telah pergi… entah kemana, setelah aku begitu menyitainya.” Ucapnya terbatah-batah.

Mata wanita itu mulai berkaca-kaca. Rupanya penderiataan cintanyalah, yang membuat dia jerah dan tak ingin dicintai lagi. Kini aku mulai mengerti mengapa dia menutupi wajah cantiknya dengan cadar.

“Tapi… di hutan ini tak ada siapa-siapa sahabat, tak ada manusia lain selain kita berdua dan tidak akan ada laki-laki yang jatuh cinta dengan kecantikan sahabat.” Tambahku kemudian.

Dia hanya tersenyum, penuh tanda tanya kepadaku. Kemudian dia berucap : “Sahabat terlalu jauh berjalan, sehingga sahabat tidak sadar bahwa sahabat sedang tersesat.”

Aku meninggikan pundakku, karena aku masih binggung. Aku benar-benar tidak tahu apa yang telah terjadi pada diriku.

“Ini bukan hutan sahabat, ini Dunia Maya, binatang jalang banyak berkeliaran di sekitar sini, jika mereka melihat wanita cantik, mereka pasang aksi untuk godain kita.” Jelasnya tegas.

Aku hanya geleng-geleng kepala, seakan-akan aku tak percaya apa yang telah terjadi….




0 komentar:

Posting Komentar

 

Blog List