Jumat, 20 Juni 2014

Mawar Yang Terhempas

Senja yang kelam. Langit tertutup oleh awan hitam. Gelap... seperti hari sudah hampir malam. Sang mentaripun bersembunyi dibalik rimbunnya awan hitam. Sekelompok burung walet berarak, ingin kembali ke sarangnya. 

Aku masih berdiri di sini. Di bawah sebatang pohon dengan dedaunan yang rimbun. Di sinilah aku biasanya menunggunya. Setiap waktu jika aku ingin melepaskan rindu. Walau hanya sekejap. Walau hanya menikmati pandangan matanya. Walau tanpa pelukan hangat, tapi kedatangannya tetap ku nantikan. Tuk menjawab tutur sapanya. Tuk sekedar mendengar cerita indahnya. 

Titik-titik air hujan telah turun. Membasahi dedaunan yang berdebu. Membasahi jalanan, membasahi apapun yang ada di atas bumi. Tapi aku belum ingin beranjak dari tempatku berdiri. Aku berpikir, "mungkin dia sedikit terlambat datang." Untuk itu aku ingin bersabar. Biarlah rambut dan bajuku sedikit basah. Masih ada rimbunnya dedaunan, tempatku berteduh.

Mata ini sedikitpun tak mau berkedip, terus memandang ke arah, dimana biasanya dia datang. Aku tak ingin melewatkan waktu sedetikpun. Dan kehilangan moment yang mendebarkan hati ini. Dimana saat pertama kali aku menatap matanya yang penuh keteduhan.

Karena kesabaranku, akhirnya yang ku tunggu-tunggu datang juga. Jantung ini mulai berdetak dengan kencang. Dalam hati, aku ingin berteriak memanggilnya. Tapi bibir ini terasa pelu. Tak sanggup mengucap, walau hanya sepatah kata. Bisu... hanya gemuruh air hujan yang menyeruak. Titik-titiknya deras menguyur tubuhku. Aku tetap menunggunya sampai dia melihatku dan menyapaku.

Tapi apa yang ku harapkan, hanyalah sebuah angan-angan. Jangankan menyapaku, menoleh ke arahku saja dia tak sudi lagi. Apa yang terjadi pada dirinya. Kenapa dia tak meliahatku di sini? Yang sedang menunggunya. 

Kenapa dia tak peduli lagi denganku? Apakah dia sudah tak ingat lagi, mawar merah yang selalu dia kirimkan kepadaku. Mawar digenggamanku tak terasa jatuh terhempas. Hanyut dibawa air hujan.

Aku masih berharap dia kembali. Atau menoleh ke arahku dan melihatku yang sedang tersungkur memunguti untaian mawar yang tercecer di atas air hujan. Aku berharap dia menaruh belas kasihan kepadaku, sehingga dia menolongku, memunggut setangkai mawar untukku.

Tapi apa yang ku harapkan tak pernah terjadi. Dia membiarkan aku sendirian. Kepedian hati ini tak berhenti sampai di sini. Ternyata dia kembali lewat  di depanku bersama wanita lain. Berjalan sepayung berdua dan seolah-olah tidak melihatku. Betapa hancur hati, ceceran mawar ku biarkan hanyut dibawa air hujan. Karena durinya telah menusuk hatiku.

Apa yang terjadi sungguh membuat tubuhku lunglai. Kepedihan hati ini terasa perih. Aku berjalan tanpa arah tujuan. Melewati malam yang gelap. Menerjang hujan yang tak kunjung redah. Seperti derasnya air mata yang meleleh di pipiku.


0 komentar:

Posting Komentar

 

Blog List